-->

Pengertian Good Governance


kata ‘good’ pada Good Governance bermakna:
1.      Berorientasi pada kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.
2.      Keberdayaan masyarakat dan swasta.
3.      Pemerintahan yang bekerja sesuai dengan hukum positif negara.
4.      Pemerintahan yang produktif, efektif dan efisien.
Sementara governancenya bermakna:
1.      Penyelenggaraan pemerintah.
2.      Aktivitas pemerintah melalui fasilitas publik dan pelayanan publik.
Good governance adalah penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Terkandung substansi nilai:
·         Bagaimana pemerintah memimpin negara dengan bersih
·         Bagaimana masyarakat  mengatur dirinya sendiri secara mandiri
·         Bagaimana pemerintah dan masyarakat menyelenggarakan pemerintahan secara bertanggungjawab.
istilah Good Governance pertama kali dipopulerkan oleh lembaga dana internasional seperti World Bank dan UNDP. World Bank mendefinisikan kata governance the way state power is used in managing economic and social resources for development society.Pengertian ini menggambarkan bahwa governance adalah cara, yakni cara kekuasaan negara untuk mengelola sumber-sumber daya ekonomi dan sosial guna pembangunan masyarakat. Cara ini lebih menunjukkan pada hal-hal yang bersifat teknis.
Sejalan dengan pendapat World Bank, UNDP (United Nation Development Program) mengemukakan definisi governance sebagai the exercise of political, economic and administrative authority to manage a nation’s affair at all levels. Kata governance berarti penggunaan atau pelaksanaan, yaitu penggunaan kewenangan politik, ekonomi dan administratif untuk mengelola masalah-masalah nasional pada semua tingkatan. Disini, titik tekannya pada kewenangan, kekuasaan yang sah, atau kekuasaan yang memiliki legitimasi. Berdasarkan pengertian tersebut, World Bank lebih menekankan pada cara pemerintah mengelola sumber daya sosial dan ekonomi untuk kepentingan pembangunan masyarakat, sedangkan UNDP lebih menekankan pada aspek politik, ekonomi dan administratif dalam pengelolaan negara.
Menurut  Pierre Landell-Mills &Ismael Seregeldin mendefinisikan good governance sebagai penggunaan otoritas politik dan kekuasaan untuk mengelola sumber daya demi pembangunan sosial ekonomi. Sedangkan menurut Robert Charlickmengartikan ggo governance sebagai pengelolaan segala macam urusan publik secara efektif melalui pembuatan peraturan dan/atau kebijakan yang absah demi untuk mempromosikan nilai-nilai kemasyarakatan.
Namun untuk ringkasnya Good Governance  pada umumnya diartikan sebagai pengelolaan pemerintahan yang baik. Kata ‘’baik’’ disini dimaksudkan sebagai mengikuti kaidah-kaidah tertentu sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Good Governance.
B.   Prinsip dan Pilar Good Governance
Kunci utama memahami good governance adalah pemahaman atas prinsip-prinsip didalamnya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini akan didapatkan tolak ukur kinerja suatu pemerintahan. Baik-buruknya pemerintahan bisa dinilai bila ia telah bersinggungan dengan semua unsur prinsip-prinsip good governance. Prinsip-prinsip itu diantaranya adalah:
1.      Partisipasi (Participation)
Sebagai pemilik kedaulatan, setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban untuk mengambil bagian dalam proses bernegara, berpemerintahan, serta bermasyarakat. Partisipasi tersebut dapat dilakukan secara langsung ataupun melalui institusi intermediasi, seperti DPRD, LSM, dan lainnya. Partisipasi yang diberikan dapat berbentuk buah pikiran, dana, tenaga, ataupun bentuk-bentuk lainnya yang bermanfaat. Partisipasi warga negara dilakukan tidak hanya pada tahapan implementasi, tetapi secara menyeluruh, mulai tahapan penyusunan kebijakan, pelaksanaan, evaluasi, serta pemanfaatan hasil-hasilnya.
Syarat utama warga negara disebut berpartisipasi dalam kegiatan berbangsa, bernegara, dan berpemerintahan, yaitu:
a.       Ada rasa kesukarelaan.
b.      Ada keterlibatan secara emosional.
c.       Memperoleh manfaat secara langsung maupun tidak langsung dari keterlibatannya.
2.      Penegakan hukum (Rule of Law)
Good governance dilaksanakan dalam rangka demokratisasi kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satu syarat kehidupan demokrasi adalah adanya penegakan hukum yang adil dan tidak pandang bulu. Tanpa penegakan hukum yang tegas, tidak akan tercipta kehidupan yang demokratis, tetapi anarki. Tanpa penegakan hukum, orang secara bebas berupaya mencapai tujuannya sendiri tanpa mengindahkan kepentingan orang lain dengan menghalalkan segala cara. Oleh karena itu, langkah awal penciptaan good governance adalah membangun sistem hukum yang sehat, baik perangkat lunaknya, perangkat kerasnya maupun sumber daya manusia yang menjalankan sistemnya.
3.      Transparansi (Transparancy)
Salah satu karakteristik good governance adalah keterbukaan. Karakteristik ini sesuai dengan semangat zaman yang serba terbuka adanya revolusi informasi. Keterbukaan tersebut mencakup semua aspek aktivitas yang menyangkut kepentingan publik, dari proses pengambilan keputusan, penggunaan dana-dana publik, sampai pada tahapan evaluasi.
4.      Daya tanggap (responsiveness)
Sebagai konsekuensi logis dari keterbukaan, setiap komponen yang terlibat dalam proses pembangunan good governance harus memiliki daya tanggap terhadap keinginan atau keluhan para pemegang saham (stake holder). Upaya peningkatan daya tanggap tersebut, terutama ditujukan pada sektor publik yang selama ini cenderung tertutup, arogan, serta berorientasi pada kekuasaan. Untuk mengetahui kepuasan masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan oleh sektor publik, secara periodik perlu dilakukan survei untuk mengetahui tingkat kepuasan konsumen (customer satisfaction).
5.      Berorientasi pada konsensus (consensus orientation)
Kegiatan bernegara, berpemerintahan, dan bermasyarakat pada dasarnya merupakan aktivitas politik, yang berisi dua hal utama, yaitu konflik dan konsensus. Dalam  good governance, pengambilan keputusan ataupun pemecahan masalah bersama lebih diutamakan berdasarkan konsensus, yang dilanjutkan dengan kesediaan untuk konsisten melaksanakan konsensus yang telah diputuskan bersama. Konsensus bagi bangsa indonesia sebenarnya bukanlah hal yang baru, karena nilai dasar kita dalam memecahkan persoalan bangsa adalah melalui musyawarah untuk mufakat.
6.      Keadilan (equity)
Melalui prinsip good governance, setiap warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh kesejahteraan. Akan tetapi, karena kemampuan masing-masing warga negara berbeda-beda, sektor publik harus memainkan peranan agar kesejahteraan dan keadilan dapat berjalan seiring sejalan.
7.      Efektif dan efisien (efectiveness and efficiency)
Agar mampu berkompetisi secara sehat dalam percaturan dunia, kegiatan ketiga domain dan governance harus mengutamakan efektivitas dan efisiensi dalam setiap kegiatan. Tekanan perlunya efektivitas dan efisiensi terutama ditujukan pada sektor publik karena sektor ini menjalankan aktivitasnya secara monopolistik. Tanpa kompetisi, tidak akan ada efisiensi.
8.      Akuntabilitas (accountability)
Setiap aktivitas yang berkaitan dengan kepentingan publik perlu mempertanggungjawabkan kepada publik. Tanggung gugat dan tanggung jawab tidak hanya diberikan kepada atasan saja, tetapi juga pada para pemegang saham yaitu masyarakat luas. Secara teoritis, akuntabilitas dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu:
a.       Akuntabilitas organisasi
b.      Akuntabilitas legal
c.       Akuntabilitas politik
d.      Akuntabilitas profesional
e.       Akuntabilitas moral
f.      Visi strategis (strategic vision)[1]
Dalam era yang berubah secara dinamis, setiap domain dalam good governance harus memiliki visi yang strategis. Tanpa visi semacam itu, suatu bangsa dan negara akan mengalami ketertinggalan. Visi itu, dapat dibedakan antara visi jangka panjangm (long time vision) antara 20 sampai 25 tahun serta visi jangka pendek (short time vision) sekitar 5 tahun.
Prinsip-prinsip good governance pada dasarnya mengandung nilai yang bersifat objektif dan universal yang menjadi acuan dalam menentukan tolak ukur atau indikator dan ciri-ciri/karakteritik penyelenggaraan pemrintahan negara yang baik. Prinsip-prinsip good governance dalam praktik penyelenggaraan negara dituangkan dalam tujuh asas umum penyelenggaraan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Berih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Prinsip atau asas umum dalam penyelenggaraan negara yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 meliputi sebagai berikut:
1.      Asas kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan  peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan enyelenggaraan negara.
2.      Asas tertib penyelenggaraan negara adalah asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan negara.
3.      Asas kepentingan umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara aspiratif, akomodatif, dan selektif.
4.      Asas keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif, tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan  dan rahasia negara.
5.      Asas proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggaraan negara.
6.      Asas profersionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
7.      Asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Disamping itu, juga terdapat pilar-pilar good governance diantaranya:
1)      Negara atau pemerintahan (state), berfungsi dalam hal:
a. Menciptakan kondisi politik, ekonomi dan sosial yang stabil
b. Membuat peraturan yang efektif dan berkeadilan
c. Menyediakan public service yang efektif dan accountable
d. Menegakkan HAM
e. Melindungi lingkungan hidup
f. Mengurus standar kesehatan dan standar keselamatan publik.

           2) Sektor swasta atau dunia usaha (private sector), berfungsi dalam hal:
            a. Menjalankan industri
b. Menciptakan lapangan kerja
c. Menyediakan insentif bagi karyawan
d. Meningkatkan standar hidup masyarakat
e. Memelihara lingkungan hidup
f. Menaati peraturan
g. Transfer ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat
h. Menyediakan kredit bagi pengembangan UKM

3)      Masyarakat (society), berfungsi dalam hal:
a. Menjaga agar hak-hak masyarakat terlindungi
b. Mempengaruhi kebijakan public
c. Sebagai sarana cheks and balances pemerintah
d. Mengawasi penyalahgunaan kewenangan sosial pemerintah
e. Mengembangkan SDM
f. Sarana berkomunikasi antar anggota masyarakat
pada negara yang sedang berkembang yang sektor swasta dan sektor masyarakat relatif belum maju, sektor pemerintah memegang peranan yang sangat menentukan. Sektor pemerintah harus bertindak sebagai promotor pembangunan. Pada saatnya apabila sektor swasta dan sektor masyarakat semakin maju karena pembangunan, peranan sektor pemerintah secara bertahap mulai berkurang. Tarik-menarik peranan antara sektor pemerintah dan sektor swasta dan sektor masyarakat apabila tidak dikelola secara bijak akan dapat menimbulkan berbagai ketegangan sosial. Dalam hal ini diperlukan pimpinan nasional yang memiliki dukungan legitimasi politik yang kuat, memiliki kharisma, serta kemampuan mnajerial untuk mengendalikan perubahan.
C. Hubungan antara Good Governance dengan Otonomi Daerah
Upaya pelaksanaan tata pemerintahan yang baik, UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah merupakan salah salu instrumen yang merefleksikan keinginan pemerintah untuk melaksanakan tata pemerintahan yang baik dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Hal ini dapat dilihat dari indikator upaya penegakan hukum, transparansi dan penciptaan partisipasi. Dalam hal penegakan hukum, UU No. 32 Tahun 2004 telah mengatur secara tegas upaya hukum bagi para penyelenggara pemerintahan daerah yang diindikasikan melakukan penyimpangan.
Dari sistem penyelenggaraan pemerintahan sekurang-kurangnya terdapat 7 elemen penyelenggaraan pemerintahan yang saling mendukung tergantung dari bersinergi satu sama lainnya, yaitu :
1. Urusan Pemerintahan
2. Kelembagaan
3 Personil
4. Keuangan
5. Perwakilan
6. Pelayanan Publik
7. Pengawasan.
Ketujuh elemen di atas merupakan elemen dasar yang akan ditata dan dikembangkan serta direvitalisasi dalam koridor UU No. 32 Tahun 2004. Namun disamping penataan terhadap tujuan elemen dasar diatas, terdapat juga hal-hal yang bersifat kondisional yang akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari grand strategi yang merupakan kebutuhan nyata dalam rangka penataan otonomi daerah di Indonesia secara keseluruhan yaitu penataan Otonomi Khusus NAD, dari Papua penataan daerah dari wilayah perbatasan , serta pemberdayaan masyarakat.Setiap elemen tersebut disusun penataannya dengan langkah-langkah menyusun target ideal yang harus dicapai, memotret kondisi senyatanya dari mengidentifikasi gap yang ada antara target yang ingin dicapai dibandingkan kondisi rill yang ada saat ini.
Meskipun dalam pencapaian Good Governance rakyat sangat berperan, dalam pembentukan peraturan rakyat mempunyai hak untuk menyampaikan aspirasi, namun peran negara sebagai organisasi yang bertujuan mensejahterakan rakyat tetap menjadi prioritas. Untuk menghindari kesenjangan didalam masyarakat pemerinah mempunyai peran yang sangat penting. Kebijakan publik banyak dibuat dengan menafikan faktor rakyat yang menjadi dasar absahnya sebuahnegara. UU no 32 tahun 2004 yang memberikan hak otonami kepada daerah juga menjadi salah satu bentuk bahwa rakyat diberi kewenangan untuk mengatur dan menentukan arah perkembangan daerahnya sendiri. Dari pemilihan kepala daerah, perimbangan keuangan pusat dan daerah (UU no 25 tahun 1999). Peraturan daerah pun telah masuk dalam Tata urutan peraturan perundang - undangan nasional (UU no 10 tahun 2004), Pengawasan oleh masyarakat.
Sementara itu dalam upaya mewujudkan transparansi dalam penyelenggaran pemerintahan diatur dalam Pasa127 ayat (2), yang menegaskan bahwa sistem akuntabilitas dilaksanakan dengan kewajiban Kepala Daerah untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintahan, dan memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat.
Sistem akuntabilitas semacam ini maka terdapat keuntungan yang dapat diperoleh yakni, akuntabilitas lebih dapat terukur tidak hanya dilihat dari sudut pandang politis semata. Hal ini merupakan antitesis sistem akuntabilitas dalam UU No. 22 Tahun 1999 dimana penilaian terhadap laporan pertanggungjawaban kepala daerah oleh DPRD seringkali tidak berdasarkan pada indikator-indikator yang tidak jelas. Karena akuntabilitas didasarkan pada indikator kinerja yang terukur,maka laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan daerah tidak mempunyaidampak politis ditolak atau diterima. Dengan demikian maka stabilitas penyelenggaraanpemerintahan daerah dapat lebih terjaga.
Masyarakat memiliki hak untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pelaksanaan pengawasan oleh masyarakat dapat dilakukan oleh masyarakat sebagai perorangan, kelompok maupun organisasi dengan cara: Pemberian informasi adanya indikasi terjadinya korupsi, kolusi atau nepotisme di lingkungan pemerintah daerah maupun DPRD. Penyampaian pendapat dan saran mengenai perbaikan, penyempurnaan baik preventif maupun represif atas masalah.
Informasi dan pendapat tersebut disampaikan kepada pejabat yang berwenang dan atau instansi yang terkait. Menurut Pasal 16 Keppres No. 74 Tahun 2001, masyarakat berhak memperoleh informasi perkembangan penyelesaian masalah yang diadukan kepada pejabat yang berwenang. Pasal tersebut berusaha untuk memberikan kekuatan kepada masyarakat dalam menjalankan pengawasan. Dengan demikian, jelas bahwa Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 dipersiapkan untuk menjadi instrumen yang diharapkan dapat menjadi ujung tombak pelaksanaan konsep good governance dalam penyelenggaraan pemerintahan di indonesia.

D. Optimalisasi Pelaksanaan Otonomi Daerah melalui Good Governance
            Good governance dapat ditinjau sebagai bentuk pergeseran paradigma konsepgoverment (pemerintah) menjadi governance (kepemerintahan). Secara epistemologis, perubahan paradigma goverment berwujud pada pergeseran mindset dan orientasi birokrasi sebagai unit pelaksana dan penyedia layanan bagi masyarakat, yang semula birokrat melayani kepentingan kekuasaan menjadi birokrat yang berorientasi pada pelayanan publik.
            Salah satu bentuk layanan tersebut adalah penertiban regulasi yang dapat menciptakan suasana yang kondusif bagi masyarakat. Akan tetapi, sebelum lebih jauh kita  menelaah kiat-kiat dalam menciptakan regulasi yang kondusif, tidak ada salahnya apabila kita memulainya dengan memahami terlebih dahulu beberapa konsep dasar dalam kebijakan publik.
            Dalam kacamata awam, pemerintahan yang baik identik dengan pemerintahan yang mampu memberikan pendidikan gratis, membuka banyak lapangan kerja, mengayomi fakir miskin, menyediakan sembako murah, memberikan iklik investasi yang kondusif dan bermacam kebaikan lainnya. Dengan kata lain, pemerintah dianggap baik apabila ia mampu melindungi dan melayani masyarakatnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa pelayanan umum yang berkualitas merupakan ukuran untuk menilai sebuah pemerintahan yang baik, sedangkan pelayanan umum yang buruk lebih mencerminkan  pemerintahan  yang miskin inovasi dan tidak memiliki keinginan untuk menyejahterakan masyarakatnya (bad governance).
            Berbicara tentang good governance biasanya lebih dekat dengan masalah pengelolaan manajemen pemerintahan dalam membangun kemitraan dengan stake holder (pemangku kepentingan). Oleh karena itu, good governance menjadi sebuah kerangka konseptual tentang cara memperkuat hubungan antara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat dalam nuansa kesetaraan. Hubungan yang harmonis dalam nuansa kesetaraan merupakan prasyarat yang harus ada. Sebab, hubungan yang tidak harmonis antara ketiga pilar tersebut dapat menghambat kelancaran proses pembangunan.

Kesimpulan
            Konsep good governance yang dijelaskan tersebut berlaku untuk semua jenjang pemerintahan, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Mau tidak mau, mampu ataupun tidak mampu, dalam menyelenggarakan otonomi daerah, pemerintah daerah dituntut untuk menerapkan prinsip-prinsip good governance karena prinsip tersebut telah menjadi paradigma baru didalam menyelenggarakan kepemerintahan yang digunakan secara universal.
            Pemerintahan yang baik tidak di lihat dari sistem yang berbuat atau rancangan undang-undang yang di rumuskan, melainkan suatu sikap yang pasti dalam menangani suatu permasalahn tanpa memandang siapa serta mengapa hal tersebut harus di lakukan. Pada sisi lain, pemerintah pusat memiliki kewajiban untuk menyebarluaskan konsepgood governance kepada seluruh jajaran pemerintahan karena konsep tersebut menjadi salah satu ukuran keberhasilan birokrasi pemerintahan.

Reff :
Rosidin utang. Otonomi Daerah dan Desentralisasi. Bandung: Pustaka Setia.2010.
Mardiasmo. Otnonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: Penerbit Andi.2004.
Santosa Pandji. Administrasi Publik, Teori dan Aplikasi Good Governance. PT Refika Aditama.2008.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel